Senin, 27 Oktober 2008

beda tapi sama!

Hasil reportase saya ke dua pembuat KTP palsu di Bandung, semakin membuat saya bingung dengan model Negara ini.
Sebenarnya kita tuh Negara yang kayak gimana sih???
Kenapa semakin gak wajar aja kelihatannya…
Ketika semua orang ribet masalah kenaikan harga barang2 pokok, masih ada aja sekelompok hedonis yang gak pernah libur dalam program membelanjakan uang, semaksimal mungkin meng-casing penampilan buat nutupin kondisi otak yang cenderung dangkal.
Fenomena memang selalu melahirkan realita dua sisi mata uang.
Dalam satu koin, kita bisa menemukan dua gambar yang berbeda.
Ada orang yang mati2an bertahan hidup, berusaha survive walau dengan cara seadanya, ada orang yang kelebihan uang yang tetep survive belanja. Padahal mereka masih dalam satu Negara yang sama, yang tiap hari mantengin isi berita yg sama.
Apa sih rata2 isi berita yang paling sering muncul?
Semuanya hampir bukan berita bagus.
Apalagi sekarang, pas amerika lagi krisis, kita semua ikut kena krisis.
Enak ya jadi Negara adikuasa, kalau krisis Negara lain ikut krisis, nah kalau Negara berkembang? Bodo amat mo krisis mo maju, gak ngaruh!
Sayangnya, krisis itu gak pernah dateng sendiri. dia selalu paket combo dengan banyaknya pengangguran dan kenaikan harga barang2 pokok.
Kaum marjinal seperti buruh pabrik, supir angkot, petani di sawah, pasti akhirnya jadi kelompok yang paling sial.
Dalam suatu masalah ekonomi Negara, nama mereka memang tidak akan tereskpos media. Mereka akan tergeneralisasikan menjadi satu kata: KORBAN.
Sementara para abdi Negara, pakar ekonomi, pejabat tinggi cuma bisa cuap2 buat mewarnai headline media massa. Cuap2 tanpa sering ada tindakan nyata.
Bahkan sampe ada orang yang nekat bikin KTP palsu demi mendapat uang 30.000!!
Mungkin ini yang disebut realita Negara. Ketika ada kesalahan dari pemimpin, maka efeknya akan langsung mengenai masyarakat, yang nantinya akan menimbulkan mata rantai permasalahan baru. Tidak jarang karena kondisi yang serba susah, banyak orang yang akhirnya mengmbil jalan pintas. Semuanya seperti lingkaran setan yang tidak pernah bisa diputus.
Lagi-lagi, dari semua yang terjadi, kaum marjinal-lah yang paling merasakan efek baik atau buruk. Mereka yang paling tahu dan paling peka pada bagaimana carut marutnya kondisi suatu Negara.
Tapi…disaat jaman lagi susah, lagi2 ada sekelompok terpelajar dengan penampilan cihuy yang mencoba mengeruk keuntungan dari kondisi yang sudah ada. Rata2 mereka akan berdalih bahwa hidup ini keras, jadi mesti hantam2an kalo mo survive, daripada dihantam!
Ada juga yang bicara lebih sengak lagi, “makanya jadi orang pinter, biar hidupnya gak susah!”
Lho? Emang semua orang mau gitu jadi bego? Semua orang juga mau jadi pinter, tapi fasilitas untuk menjadi pinter dalam arti kata: pendidikan, itu mahal! Gak terjangkau semua elemen masyarakat. Cuma yang beruntung aja yang bisa sekolah. Rasanya pengen ngelempar pake jepit kalo ada kaum2 beruntung yang bisa sekolah tapi setelah pinter malah jadi oportunis yang justru bego2in orang. Malah memanfaatkan kondisi apapun demi keuntungan.
Sadar atau enggak, sosial kita emang sudah sangat kapitalis.
Saya tahu pembuat KTP palsu itu salah, saya juga tidak berusaha membenarkan mereka. Cuma mulai melihat realita dengan lebih jelas. Ternyata dalam satu Negara, bahkan dalam satu kota, kita bisa mendapatkan dua gambar yang berbeda salam satu bingkai yang sama.

Tidak ada komentar: