Sabtu, 05 Desember 2009

tentang film

Bukan aku namanya kalau nggak suka cela sana, cela sini. Suka teriak-teriak kalau udah nunggu orang lebih dari 20 menit. Maki-maki kalau sedang mengantri di ATM dan orang yang lebih dulu masuk nggak keluar-keluar, seolah-olah mengoperasikan mesin ATM sama merepotkannya dengan menerbangkan pesawat Apolo ke Bulan. Paham kan dengan orang-orang kampungan yang tidak punya toleran dan seenaknya membuat kita menunggu lama. Mereka kira ATM itu milik tetangga mereka?! Oh ya ampun, ada apa sih dengan orang-orang ini...

Dan ada apa juga denganku? Detik-detik menjelang sidang akhir di kampus, aku tiba-tiba merasa kalau hidup ini menyakitkan. Sama menyakitkannya dengan ketika aku harus mendapati kenyataan paling payah dalam hidup: nonton New Moon.
Bagaimana bisa aku terjebak untuk menonton permainan tolol yang sama sekali nggak asik antara vampire pedofilia, cewek belia idiot, dan manusia serigala kurang kerjaan.

Aku tau, kemungkinanku untuk membuat film yang lebih berguna dari New Moon itu sama dengan kemungkinan manusia hidup di planet Pluto. Aku tau aku tidak mungkin menciptakan imajinasi yang lebih keren dari Leonardo-DiCaprio-yang-entah-kenapa-hanya-Tuhan-yang-tahu-tiba2-melamarku.
Ya, aku sudah lama mengimajinasikan itu. Mengerikan memang. Tapi aku anggap itu wajar, aku yakin, ratusan gadis lain pernah berimajinasi lebih mengenaskan dari imajinasiku, seperti: jadi pembantu Arie Wibowo misalnya.
Karenanya, tidak mungkin sekali aku bisa berimajinasi seperti pengarang New Moon. Aku hampir mengatakan siapapun yang membuat cerita itu, masa kecilnya sangat suram, hingga dia jadi pecandu coklat Cadburry dan tayangan fiksi. Bagaimana munngkin orang yang sadar akan bahaya kejang otak bisa membuat cerita separah itu?

oke maaf, terlalu sarkastik. Sungguh, aku benar-benar hampir memikirkan kemungkinan tersebut ketika dengan sangat tidak sopannya nasib membawaku menonton film yang sejak jutaan tahun lalu aku hindari. Film itu jelas menjual mimpi, tentang anak remaja di daerah terpencil yang mendambakan seorang Mr. Right, dan akhirnya muncullah si vampire yang entah kenapa, tiba-tiba jatuh cinta dengan anak remaja tersebut. Lalu cerita menjadi kurang asik kalau cuma berhenti sampai disana, diciptakanlah manusia serigala yang juga punya hati dengan anak remaja itu. Terjadilah kisah cinta segitiga tanpa konflik yang sangat menegangkan.
Oh ya Tuhan, rasanya ingin sekali melempar layar bioskop pake sepatu.

Tapi jelas itu bukan salah layar bioskopnya, bukan juga salah gadis-gadis remaja kecepetan puber yang selalu teriak-teriak pas vampire yang menurut mereka ganteng muncul, bukan juga salah sutradara yang sudah dengan khilaf-nya memvisualisasikan cerita bodoh itu, bukan juga salah si pengarang cerita karena aku masih yakin dia menderita tekanan batin akut sampai bisa-bisanya membuat cerita seperti itu.

Itu semua bukan salah mereka. Tapi salahku. Pertama, harusnya aku tanya dulu film apa yang akan ditonton ke teman-temanku sebelum dengan serampangannya datang telat dan tanpa pikir panjang masuk bioskop, ya Tuhan...itukan memang rencana mereka, menjebakku. Kedua, harusnya aku segera menelpon ambulance waktu film sudah berjalan 15 menit, itu bisa mencegah migren berkepanjangan yang aku alami pasca keluar dari gedung bioskop. Ketiga, harusnya aku mengingatkan si sutradara untuk tidak lupa memberi peringatan akan bahayanya kata-kata dalam film ini, seperti: Bella, you give me everything by just breathing...
Yak, kata-kata manis dengan kadar gula 170% yang bisa membuat kita terserang diabetes itu ada disepanjang film, oh andai saja aku tau nomor telpon Si Pak Sutradara. Keempat, jelas ini salahku yang selalu cuma bisa maki-maki.

Aku yang cuma bisa komentar dan mengumpat "film keparat!!!" ini jelas sangat salah karena tidak bisa menikmati seni yang ditawarkan New Moon. Sungguh, ini bukan berati aku iri dengan karakter si cewek yang begitu beruntung di perebutkan dua laki-laki yang kata orang-orang keren itu. Bukan. Karena pada dasarnya aku lebih suka sendirian daripada harus punya pacar vampire dan manusia serigala. Sangat tidak aman sekali bukan.
Aku yakin adanya aku yang sekarang menjelek-jelekan film ini adalah karena aku memang payah, tidak bisa menghargai seni, selera rendah, dan sangat tidak bisa diharapkan sampai-sampai cuma bisa komentar.

Tidak apa-apalah.
setidaknya aku masih bisa hidup dengan 87% sifat menyebalkan ini. Meskipun diam-diam aku bertanya, apakah aku satu-satunya manusia paling konyol yang pernah diciptakan?

Tidak ada komentar: